Belajar dari Kesalahan Isi Buku PPKn bagi Siswa Kelas VII
News
khabarberita.com | Kesalahan penulisan pada buku PPKn atau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP kelas VII tulisan Zaim Uchrowi dan Ruslinawati memantik polemik di masyarakat.
Buku PPKn keluaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2021 tersebut memuat kesalahan fatal mengenai dogma agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.
Buku karya Zaim Uchrowi dan Ruslinawati itu menyebut bahwa Tuhan dalam agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik adalah Allah, Bunda Maria, dan Yesus Kristus, sebagai tiga yang tunggal atau trinitas. Disebutkan pula bahwa kitab sucinya adalah Injil. Dalam buku itu juga tertulis: umat wajib beribadah setiap akhir pekan di gereja masing-masing.
Kesalahan yang mendasar adalah ajaran Kristen Protestan dan Kristen Katolik tidak menuhankan Bunda Maria. Injil adalah bagian dari Alkitab, kitab suci kedua agama tadi. Kewajiban beribadah di akhir pekan pun dinilai kalangan Kristen Protestan dan Kristen Katolik, tidak tepat.
Pada halaman 79 Bab IV Kebinekaan Indonesia tertulis: Agama Kristen Protestan mulai berkembang setelah kedatangan bangsa-bangsa Eropa, terutama Belanda dan Inggris, sekitar abad ke-17. Tuhannya adalah Allah, Bunda Maria, dan Yesus Kristus sebagai tiga yang tunggal atau Trinitas. Injil menjadi kitab sucinya. Umat Kristen Protestan wajib beribadah setiap akhir pekan di gereja masing-masing.
Kesalahan tersebut baru diketahui justru dari unggahan masyarakat di media sosial, bukan dari pihak Kemendikbudristek.
Cuitan Stepanus Sigit Pranoto--romo di kongregasi Imam Hati Kudus Yesus—di Twitter mengenai kesalahan fatal tersebut menjadi viral. Kemendikbudristek pun merespons cuitan Sigit dan berjanji menarik dan mengoreksi buku PPKn untuk SMP kelas VII itu.
Dear @Kemdikbud_RI cc: @nadiemmakarim @Nadiem_Makarim @KatolikG @ProtestanGL
— Sigit Pranoto (@mogitscj) July 25, 2022
Entah bagaimana proses editing penerbitan buku panduan belajar seperti ini dilakukan. Sangat disayangkan bahwa penulis tdk memahami ajaran dari agama Kristen Protestan dan Katolik terkait Trinitas. pic.twitter.com/JrzBmzfVLt
Menurut Sigit, kesalahan yang terjadi pada buku PPKn tersebut merupakan pertaruhan akademis dan profesionalitas mereka yang teribat dalam penyusunan buku.
Penulis buku PPKn setebal 142 halaman tersebut adalah Dr Zaim Uchrowi MDM dan Ruslinawati. Biodata para penulis, penelaah, dan editor, tertera pada halaman 137-141 buku tersebut. Penelaahnya Prof Dr Sapriya Med dan Adi Darma Indra Mpd, sedangkan Sunan Hasan sebagai editor.
“Bagi saya, melihat latar belakang mereka, kesalahan yang terdapat pada buku ajar tersebut lebih merupakan sebuah pertaruhan akademis dan profesionalitas bagi sosok-sosok yang terkait dengan buku tersebut. Ini asumsi utama saya,” ujar Sigit yang kini tercatat sebagai mahasiswa studi islam di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
![]() |
Kontroversi buku PPKn kelas VII. |
Menurut Sigit, sosok-sosok tersebut mempunyai latar belakang akademis dan pengalaman mengajar yang tidak main-main.
“Sulit kiranya kalau mau mengatakan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang tidak kompeten dan profesional,” kata Sigit, seperti ditulisnya dalam blog.
Berdasarkan data di atas kertas, baik para penulis, penelaah, maupun editor, menunjukkan bahwa mereka punya kompetensi yang mumpuni.
Mengutip biodata pada buku PPKn, penulis pertama, Zaim Uchrowi bergelar doktor dengan bidang keahlian pengembangan karakter/perbukuan. Bahkan, saat ini Zaim Uchrowi menjadi ketua Yayasan Karakter Pancasila. Pernah pula ia menjadi direktur utama PT Balai Pustaka (2007-2012).
Sementara itu, Ruslinawati sebagai penulis kedua memiliki pengalaman puluhan tahun sebagai pengajar bidang studi PPKn di SMP Labschool Kebayoran (sejak 2002). Bahkan, lulusan IKIP Jakarta jurusan pendidikan moral Pancasila (PMP) dan kewarganegaraan tahun 1998 ini juga aktif dalam gerakan bidang pendidikan perdamaian dan pelatihan karakter Pancasila.
Demikian pula dengan para penelaah buku PPKn. Sapriya adalah seorang guru besar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan keahlian pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan. Karya-karyanya pun tidak jauh dari soal kurikulum pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan.
Penelaah kedua, Adi Darma Indra mempunyai riwayat pendidikan S-1 dan S-2 di bidang pendidikan kewarganegaraan. Lingkungan kerjanya pun berada di sekolah swasta Kristen di SMPK 5 BPK Penabur Bandung.
Sedangkan editornya, Sunan Hasan memiliki keahlian di bidang penerbitan dan komunikasi visual. Sejak 2013 hingga saat buku tersebut diterbitkan, ia menjabat direktur utama CV Rumah Buku. Bahkan, ia juga lulusan Philippine Christian University, Manila pada 1998.
Dengan latar belakang sosok-sosok yang terlibat dalam penyusunan buku PPKn tersebut, semestinya kesalahan yang terjadi bisa dihindari.
Sigit pun menyebut dua syarat sehingga kesalahan tidak terjadi. Pertama, mereka merujuk dan melibatkan sumber atau pihak-pihak yang terkait.
Pada buku PPKn tersebut kesalahan terjadi pada penjelasan tentang konsep trinitas. Semestinya para penulis, penelaah, dan editor, sungguh memahami konsep itu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Caranya dengan mengacu pada sumber-sumber resmi dari kedua agama atau melibatkan para pemuka agama.
Sayangnya, dari 13 daftar pustaka yang tercantum di halaman 131 buku PPKn tersebut, tidak ada satu pun sumber bacaan yang berkaitan langsung dengan agama-agama yang dibahas.
“Maka bisa dipastikan bahwa penulis yang akhirnya disetujui penelaah dan editor mendasarkan penjelasan tersebut berdasarkan asumsi pribadi. Sangat subjektif!” tegas Sigit.
Sebagai akademisi bergelar doktor bahkan profesor, lanjut Sigit, semestinya mereka sudah sangat memahami hal-hal penting dalam penulisan karya ilmiah.
Kedua, proses penelaahan naskah dilalui secara sangat teliti dan profesional. Sebelum dicetak dan disebarluaskan, naskah buku ajar ini telah melalui tahap penelaahan dan editing. Dengan para penelaah dan editor berlatar belakang--di atas kertas--, sangat mumpuni, bagaimana mungkin hal yang sedemikian krusial bisa lolos dari penelaahan dan editing?
“Inilah yang akhirnya menimbulkan dugaan bahwa proses penelaahan naskah terkesan asal jalan dan kurang atau tidak profesional,” tegasnya.
Sigit menilai Kemendikbudristek kecolongan dalam hal kesalahan isi buku PPKn karena kurangnya ketelitian dan profesionalitas dalam proses penerbitan buku ini. “Semoga dalam buku-buku lainnya tidak terjadi hal yang serupa,” katanya.
Anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Pareira menyoroti bahwa persoalan yang sama pernah terjadi sebelumnya, kendati dalam konteks materi yang berbeda. Penyusunan buku pelajaran hendaknya dilakukan secara ilmiah dan bertanggung jawab, bukan semata-mata karena proyek yang tengah dikerjakan.
"Penyusunan materi pelajaran seharusnya dikerjakan secara ilmiah dan bertanggung jawab. Tidak boleh hanya sekadar proyek yang menguntungkan sekelompok orang secara materi," katanya.
Bagi Andreas, kesalahan penulisan dalam buku PPKn merupakan fenomena gunung es dari buruknya proses penyusunan buku pelajaran yang dilakukan Kemendikbudristek.
Politikus PDIP ini meminta agar seluruh buku pelajaran yang diterbitkan Kemendikbudristek harus melalui pengkajian ulang dan diteliti secara saksama.
"Bukan tidak mungkin terdapat kekeliruan lainnya di buku pelajaran siswa sekolah, apabila menilik permasalahan yang terjadi ini. Kalau pemerintah pusat saja sudah menyampaikan ilmu pengetahuan yang tidak tepat, bukan tak mungkin generasi muda Indonesia bakal sesat dalam memahami agama-agama yang ada di Indonesia," tegasnya.
Penilaian Teknis
Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI), Doni Koesoema A, menyebutkan kesalahan pada buku PPKn tersebut terjadi karena sistem penilaian buku hanya pada hal-hal teknis, bukan substansi materi. Penilaian materi buku ajar selama ini hanya di seputar uji keterbacaan, kesesuaian isi dengan materi kurikulum, proses dan alur berpikir dalam latihan dan evaluasi, serta tata bahasa dan desain grafis.
"Hal-hal yang sifatnya filosofis tidak dinilai, padahal merupakan bagian penting dalam telaah buku," kata Doni.
Sebagaimana diketahui, kisruh salah cetak materi buku ajar bukan baru pertama kali terjadi. Materi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan kekhilafahan masuk dalam buku pelajaran agama Islam. Ma'arif Institute disebut sebagai organisasi radikal dan situs porno tercantum dalam buku pelajaran siswa. "Hilangnya" nama pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari dari Kamus Sejarah Indonesia Jilid I menjadi catatan tersendiri atas kacaunya proses penelaahan buku ajar.
![]() |
Buku Kamus Sejarah Indonesia. |
Untuk itu, Doni mengusulkan adanya penelaah akhir yang melibatkan orang yang memiliki wawasan kebinekaan, pengetahuan luas, dan mengetahui filosofi untuk membongkar bias, prasangka, dan kekerasan simbolik, yang mungkin terjadi dalam penulisan buku teks.
Dalam kasus ini, Kemendikbudristek akhirnya menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan fatal tersebut. Ketua Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menyampaikan permohonan maaf atas terbitnya buku tersebut.
“Kami sadar telah terjadi kekeliruan yang sangat mendasar dan atas nama Kemendikbudristek RI saya memohon maaf,” kata Anindito seperti dikutip dari situs resmi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Sabtu (30/7/2022).
Anindito Aditomo menegaskan pihaknya telah memerintahkan penarikan buku tersebut dari sejumlah sekolah, kemudian segera merevisinya berdasarkan masukan dari PGI dan KWI.
Permohonan maaf juga disampaikan Zaim Uchrowi, salah satu penulis buku tersebut. Dia mengaku mengembangkan buku tersebut dengan segala keterbatasan.
“Buku itu sempat dievaluasi bagian kurikulum. Saya minta maaf yang sebesar-besarnya dan siap menerima koreksi. Ini menjadi satu pembelajaran bagi kami,” ujar Zaim.
Solusi
Agar peristiwa semacam ini tidak terulang, Anandito mengharapkan ke depan ada kerja sama strategis dalam penyusunan buku ajar terkait keberagamaan.
“Kami melihat perlu dicari solusi atas kejadian ini karena telah menjadi bola liar. Kami ingin melibatkan PGI secara strategis ke depan untuk bersama menyusun buku terkait keberagamaan. Ada semacam pokja (kelompok kerja, Red),” ujarnya.
Dia pun berkomitmen untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penerbitan buku berikutnya, serta akan memperhatikan narasi dan framing yang sensitif terhadap isu keberagaman.
"Kemendikbudristek melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan berjanji melibatkan pakar dan orang yang tepat dalam merumuskan buku. Selain itu, sebelum dicetak, buku akan dibaca oleh tim yang profesional dan ahli di bidangnya," tutup Anandito.