DomaiNesia

Kemenkeu Anggarkan Rp 44,8 T untuk Penanganan Stunting

Kemenkeu Anggarkan Rp 44,8 T untuk Penanganan Stunting

 

khabarberita.com | Kementerian Keuangan menyatakan upaya penurunan stunting harus dilakukan secara sinergis antar Kementerian/Lembaga. 

Hingga tahun 2021 prevalensi stunting sebesar 24,4%. Jumlah ini sudah menurun dari posisi tahun 2018 yang sebesar 30,8%. Pemerintah menargetkan agar prevalensi stunting bisa mencapai 14% di tahun 2024.

“Presiden Joko Widodo mengharapkan pada tahun 2024 akan diturunkan lagi menjadi 14% maka dibutuhkan suatu mobilisasi dari seluruh Kementerian/Lembaga pusat dan daerah. Tentu peranan APBN menjadi sangat penting karena (upaya penurunan) stunting tidak hanya tanggung jawab satu kementerian,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar Keterbukaan Informasi Publik pada Kamis (4/8/2022).

Dia mengatakan program penanganan stunting menjadi program yang sangat strategis dan penting bagi bangsa Indonesia. Kemenkeu menganggarkan Rp 44,8 triliun untuk program penanganan stunting 2022. Jumlah tersebut terbagi sebesar Rp 34,1 triliun di 17 Kementerian/Lembaga di pemerintah pusat. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk penanganan stunting sebesar Rp 8,9 triliun. Sedangkan DAK non fisik untuk penurunan stuntingsebesar Rp 1,8 triliun. Adapun DAK non fisik akan digunakan untuk non fisik untuk juga Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB), dana ketahanan pertanian.

“Perlu diberikan juga informasi mengenai di mana lokasi stuntingyang terbesar. Dari 17 Kementerian/Lembaga yang menjadi pengampu dari program penanganan stunting,” ucap Sri Mulyani

Pemerintah harus menjalankan program tersebut dengan keterbukaan informasi. Mulai dari upaya untuk menurunkan stunting dan kemudian menjelaskan dan memberikan informasi publik mengenai data anggaran yang dipakai untuk memerangi stunting. Sri Mulyani mengatakan dibutuhkan sebuah kolaborasi dan bentuk kesepahaman dari semua instansi cara untuk menyampaikan informasi yang tepat dan efektif serta akurat.

“Dalam hal ini kalau kita bicara tentang keterbukaan informasi publik tidak hanya sekedar memiliki website namun juga harus memberikan narasi,” kata Sri Mulyani.

Presiden Joko Widodo sudah menugaskan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menjadi instansi yang mengkoordinasikan penanganan stunting. Kementerian Kesehatan bertugas untuk memimpin dari mulai Posyandu sampai dengan Puskesmas dan juga tentu saja peranan pemerintah daerah. Kementerian PUPR dan dinas pekerjaan umum di daerah-daerah bertugas untuk menghadirkan fasilitas kebersihan dari sanitasi di masing-masing wilayah.

Stunting itu tidak hanya tergantung kepada dua instansi (BKKBN dan Kementerian Kesehatan), tetapi juga peranan dari 17 Kementerian /Lembaga lain,” tandas Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan masa paling kritis pembentukan kualitas sumber daya manusia yang adalah pada 1000 hari pertama, dimulai janin ada di perut ibu hingga bayi lahir. Gizi ibu dan anak menjadi penting dalam penanganan stunting. Bila sudah terjadi stunting maka maka anak-anak ini tidak akan mampu berkembang menjadi manusia dewasa yang bisa menjalankan fungsi kemanusiaan secara penuh. Secara komunal ini akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan pasar tenaga kerja di Indonesia.

“Karena kalau tadinya lebih dari 33% anak Indonesia mengalami stunting. Mereka akan masuk ke pasar tenaga kerja dan menjadi generasi yang tidak optimal sehingga mereka sendiri juga struggle. Mereka yang akan mempekerjakan dari para pekerja yang pernah mengalami stunting juga akan mengalami kesulitan dari sisi produktivitasnya.” kata Sri Mulyani.

src

Load comments