Meneropong Masa Depan Taman Nasional Komodo
Ekonomi NewsKhabarberita.com | Taman Nasional Komodo berada di simpang jalan yang cukup pelik. Dukungan lingkungan yang rapuh dengan semakin banyaknya kegiatan wisata yang berlangsung di kawasan tersebut mengancam kelestarian satu-satunya konservasi binatang purba komodo(Varanus komodoensis) yang terdapat di dunia.
Berdasarkan penelitian dari Tim Ahli Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Kawasan Perairan Sekitarnya, daya tampung atau kapasitas ideal pengunjung ke Taman Nasional Komodo hanya 215.000 wisatawan per tahun dan batas tertinggi sebanyak 292.000 wisatawan atau bertambah 5% dari batas ideal. Jika lebih dari itu, maka akan sangat berbahaya bagi kelestarian Taman Nasional Komodo, khususnya perlindungan habitat komodo, hewan langka yang telah menjadi ikon pariwisata dunia.
Berdasarkan hasil analisis kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo yang terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), sejak 2016 hingga saat ini, kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara terus meningkat dan dikhawatirkan bakal melampaui daya tampungnya sebagai objek wisata paling digemari wisatawan dunia saat ini.
![]() |
Grafis Taman Nasional Komodo, NTT. |
Populasi komodo yang diperkirakan tinggal 1.400 ekor tak pelak menjadi incaran wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terlebih lagi, International Union for the Conservation of Nature/IUCN telah memasukkan komodo ke dalam kategori vulnerable atau (rentan) menjadi endangered (terancam punah).
Ancaman kepunahan komodo tersebut menjadi latar belakang diperlukannya penataan di kawasan Taman Nasional Komodo yang berimbas pada kenaikan harga tiket masuk.
Menurut pakar lingkungan yang juga akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Irman Firmansyah berbagai aktivitas masyarakat di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, telah menjadi pemicu terjadinya perubahan iklim di Taman Nasional Komodo.
"Aktivitas yang memicu terjadinya perubahan iklim, yakni yang mengeluarkan emisi ataupun karbon, seperti kendaraan bermotor atau transportasi di lokasi dan daerah terdekat sekitarnya, penggunaan energi, lahan pertanian, termasuk aktivitas manusia lainnya," katanya, Minggu (7/8/2022).
![]() |
Kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo. |
Faktor-faktor tersebut, katanya, berdampak pada perubahan penggunaan lahan, desertifikasi atau penggurunan, hilangnya biodiversitas, ketersediaan air, frekuensi badai, dan terganggunya kesehatan lingkungan. Kondisi tersebut masih bisa dipulihkan karena daya dukung dan daya tampung Taman Nasional Komodo masih cukup baik.
Karena itu, Irman mengingatkan agar berbagai aktivitas yang memicu terjadinya perubahan iklim tidak melampaui kapasitas daya dukung dan daya tampung Taman Nasional Komodo. Oleh karena itu, diperlukan aksi bersama untuk melakukan konservasi di wilayah tersebut.
"Pemulihan kondisi Taman Nasional Komodo akibat perubahan iklim harus menjadi agenda prioritas. Kalau tidak, bisa berdampak pada berkurangnya luas habitat dan ekosistem komodo di alam liarnya. Hal itni tentu memengaruhi genetika komodo di tengah terjadinya perubahan lahan hutan gugur, ketersediaan air, serta berkurangnya produksi oksigen," ungkapnya.
Kunjungan wisatawan yang berlebihan memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan ekosistem di kawasan wisata konservasi itu. "Hasil kajian menunjukkan untuk menjaga kelangsungan hidup komodo, jumlah kunjungan harus dibatasi," tegasnya.
Kenaikan Tarif
Pembatasan jumlah kunjungan tersebut dilakukan dengan menaikkan harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo yang dipatok sebesar Rp 3,75 juta per orang per tahun mulai 1 Agustus 2022. Kenaikan tarif tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah wisatawan, sekaligus sebagai upaya konservasi ekosistem Taman Nasional Komodo.
Namun, kenaikan tarif tersebut memicu penolakan pelaku pariwisata di Labuan Bajo. Mereka khawatir jumlah wisatawan akan menurun drastis, sehingga pariwisata yang mulai menggeliat setelah 2,5 tahun terkapar akibat pandemi Covid-19 kembali terpuruk. Tak hanya itu, lonjakan harga tiket Rp 3,75 juta per orang per tahun tersebut ternyata juga tidak memiliki dasar hukum.
Setelah muncul kehebohan akibat kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT menunda pemberlakuan tarif baru untuk masuk ke kawasan wisata Pulau Komodo dan Padar hingga 1 Januari 2023.
Menurut Pemprov NTT pemberlakuan tarif baru sebesar Rp 3,75 juta yang telah ditetapkan mulai berlaku pada 1 Januari 2023. Selama periode Agustus-Desember 2022, wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang masuk ke Pulau Komodo dan Padar tetap dikenai tarif lama, yakni Rp 75.000 bagi wisatawan domestik dan Rp 150.000 bagi wisatawan mancanegara.
Dispensasi penundaan kenaikan tarif tersebut merupakan saran Presiden Joko Widodo dan masukan sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama di Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Sebelum pemberlakuan tarif baru, Pemprov NTT akan mempersiapkan berbagai fasilitas dan infrastruktur dalam kawasan wisata Pulau Komodo dan Pulau Padar, serta mengintensifkan kegiatan sosialisasi kepada berbagai pihak, seperti kalangan gereja, tokoh masyarakat, dan berbagai komponen masyarakat lainnya di kabupaten ujung barat Pulau Flores itu terkait pemberlakuan tarif baru.
Solusi Komprehensif
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira menilai penundaan kenaikan tarif Rp 3,75 juta untuk masuk Taman Nasional Komodo merupakan solusi sementara. Waktu yang ada perlu dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi dan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mendapatkan solusi komprehensif.
“Ini paling tidak solusi sementara, sehingga ada ruang dan waktu untuk duduk bersama menata regulasi dan kewenangan yang berkaitan dengan kepariwisataan maupun konservasi,” ujar Andreas kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/8/2022).
![]() |
Grafis komodo (Varanus komodoensis). |
Menurut Andreas, pemerintah pusat dan daerah perlu menyediakan solusi yang komprehensif dengan esensi melindungi kepentingan masyarakat pelaku wisata serta menciptakan suasana nyaman dan aman bagi wisatawan. Selain itu, pemerintah juga berkewajiban melakukan pembinaan sumber daya manusia (SDM) masyarakat lokal di Labuan Bajo agar terlibat aktif dalam berbagai aktivitas kepariwisataan.
"Pemerintah bersama seluruh stakeholder pariwisata agar merumuskan bersama teknis pelaksanaan kebijakan-kebijakan terkait harga tiket, zonasi, dan ketentuan lainnya, yang dibutuhkan untuk menjaga kelestarian objek pariwisata, khususnya Taman Nasional Komodo. Dengan demikian, Taman Nasional Komodo akan menjadi aset pariwisata yang bisa dinikmati seluruh masyarakat tanpa terkecuali, tetapi tetap di dalam koridor aturan yang dapat menjamin kelestariannya," kata Andreas.